Runtuhnya
Kerajaan Majapahit pada 1478
Makalah
(Disusun
untuk memenuhi Tugas Sejarah Indonesia Lama 1500)
Oleh
Roifatul
Mahromil Marhamah
NIM
110110301048
FAKULTAS
SASTRA
ILMU
SEJARAH
UNIVERSITAS
JEMBER
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan dengan
kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “Keruntuhan Kerajaan Majapahit pada Tahun
1478”.
Dalam Penulisan
makalah ini penulis masih merasa banyak kekurangan baik pada teknis penulisan
maupun dari segi materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis masih
sangatlah minim. Maka dari itu kritik dan saran dari semua pihak sangatlah
diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
dan tidak pula lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya.
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kehancuran
Kerajaan Majapahit, yang di sertai tumbuhnya negara-negara Islam di Bumi
Nusantara, menyimpan banyak sekali fakta sejarah yang sangat menarik untuk
diungkap kembali. Sebagai kerajaan Hindu terbesar di tanah Jawa, Majapahit
bukan saja menjadi romantisme sejarah dari puncak kemajuan peradaban
Hindu-Jawa, sudah menjadi bukti sejarah tentang pergulatan politik yang terjadi
di tengah islamisasi pada masa peralihan.
Keruntuhan Kerajaan Majapahit banyak mengantarkan suatu peradaban bagi orang China dalam proses islamisasi di Nusantara. Stigma yang kecenderungan para sejarawan dalam mengungkapkan bahwa kedatangan Islam di Indonesia,
Keruntuhan Kerajaan Majapahit banyak mengantarkan suatu peradaban bagi orang China dalam proses islamisasi di Nusantara. Stigma yang kecenderungan para sejarawan dalam mengungkapkan bahwa kedatangan Islam di Indonesia,
lebih
pada kecenderungan orang Arablah yang
berjasa sebagai penyebar Islam, sehingga tidak pernah melirik, orang China pernah
andil dalam membangun peradaban Islam. Ketika Majapahit didirikan, pedagang
Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki nusantara. Pada akhir abad
ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh nusantara mulai
berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang
berdasarkan agama Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat
nusantara. Catatan sejarah dari China, Portugis, dan Italia mengindikasikan
bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu
ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan
1521 M.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian, yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana. Peristiwa keruntuhan Majapahit yang berpusat di Mojokerto diyakini terjadi tahun 1478.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian, yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana. Peristiwa keruntuhan Majapahit yang berpusat di Mojokerto diyakini terjadi tahun 1478.
1.2 Rumusan Masalah
1. Penyebab runuhnya Kerajaan Majapahit
2. Pada masa siapakah Kerajaan
Majapahit runtuh
1.3 Tujuan
Untuk
mengetahui lebih jelas disebabkan oleh apakah keruntuhan kerajaan Majapahit.
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Runtuhnya
Kerajaan Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah
wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat
konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota
Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta. Perang saudara yang
disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun
1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya
dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung.
Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah
taklukannya di seberang.
Pada kurun
pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali
antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini
telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan
pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara
Jawa.[1]
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh
putrinya, Ratu Suhita,
yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua
Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447,
Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya,
adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan
menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat
pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis
pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada
1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana.
Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan
mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.
Ketika Majapahit
didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh
Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah
kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara[2].
Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi
membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu
beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara,
satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Singhawikramawardhana
memindahkan ibu kota kerajaan lebih jauh ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus memerintah disana hingga digantikan oleh
putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478
Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dan mempersatukan kembali Majapahit menjadi
satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1519 dengan
gelar Girindrawardhana. Meskipun demikian kekuatan Majapahit telah melemah
akibat konflik dinasti ini dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan-kerajaan
Islam di pantai utara Jawa.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun
waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu
lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan2) hingga tahun 1527.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala
ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041,
yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna
hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian yang sebenarnya digambarkan oleh
candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana.
Menurut prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia
telah mengalahkan Kertabhumi dan
memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Daha
dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah
keturunan Kertabhumi. Peperangan ini dimenangi Demak pada tahun 1527. Sejumlah
besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke
pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari
pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya
melawan Kertabhumi.
Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun
1527, kekuatan kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa
kerajaan Majapahit[3]
Demak dibawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui
sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak,
legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan
seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan
Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M[4].
Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan
menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah
keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya
tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar
seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.
2.2 Berbagai Versi Runtuhnya Majapahit
1. Raja
terakhir adalah Brawijaya. Ia dikalahkan oleh Raden Patah dari Demak. Brawijaya
mengundurkan diri dan pindah ke gunung Lawu,
kemudian masuk agama Islam melalui Sunan
Kalijaga, dimana pengikut setianya yaitu Sabdapalon dan Noyogenggong sangat
menentang kepindahan agamanya.
Sehingga, dikenal adanya semacam sumpah dari Sabdopalon dan Noyogenggong, yang salah satunya mengatakan bahwa sekitar Teori ini muncul berdasarkan penemuan Kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong. 500 tahun kemudian, akan tiba waktunya, hadirnya kembali agama budi, yang kalau ditentang, akan menjadikan tanah Jawa hancur lebur luluh lantak.
Sehingga, dikenal adanya semacam sumpah dari Sabdopalon dan Noyogenggong, yang salah satunya mengatakan bahwa sekitar Teori ini muncul berdasarkan penemuan Kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong. 500 tahun kemudian, akan tiba waktunya, hadirnya kembali agama budi, yang kalau ditentang, akan menjadikan tanah Jawa hancur lebur luluh lantak.
2. Ada pula yang mengisahkan Brawijaya melarikan
diri ke Bali. Meskipun teori yang bersumber dari naskah-naskah babad dan serat
ini uraiannya terkesan tidak masuk akal, namun sangat populer dalam masyarakat
Jawa.
3. Raja
terakhir adalah Bhre Kertabhumi. Ia dikalahkan oleh Girindrawardhana Dyah Ranawijaya alias Bhatara Wijaya. Teori ini
muncul berdasarkan penemuan prasasti Petak yang mengisahkan peperangan antara
keluarga Girindrawardhana Dyah melawan Majapahit.
4. Raja terakhir adalah Bhre Pandansalas yang
dikalahkan oleh anak-anak Sang Sinagara. Teori ini muncul karena Pararaton
tidak menyebutkan secara tegas apakah Bhre Kertabhumi adalah raja terakhir
Majapahit. Selain itu kalimat sebelumnya juga terkesan ambigu, apakah yang
meninggalkan istana pada tahun 1390 Saka (1468 M) adalah Pandansalas, ataukah
anak-anak Sang Sinagara. Teori yang menyebut Pandansalas sebagai raja terakhir
mengatakan kalau pada tahun 1478,
anak-anak Sang Sinagara kembali untuk
menyerang Majapahit. Jadi, menurut teori ini, Pandansalas mati dibunuh Bhre
Kertabhumi dan sudara-saudaranya.
5. Majapahit runtuh tahun 1478, ketika
Girindrawardhana memisahkan diri dari Majapahit dan menamakan dirinya sebagai
raja Wilwatikta Daha Janggala Kediri. Tahun peristiwa tersebut di tulis dalam
Candrasangkala yang berbunyi “Hilang sirna kertaning bhumi”.
6. Pendapat lain menjelaskan Majapahit runtuh
karena diserang oleh Demak yang dipimpin
oleh Adipati Unus tahun 1522. Kenyataan sejarah kadang-ka-dang terlalu pahit
untuk ditelan dan terlalu pedas dirasakan. Sejarah adalah kaca benggala yang
memuat berbagai fakta yang pernah terjadi pada masa silam. Segala hal yang
telah tergores dalam kaca sejarah tak lagi bisa terhapus.
Orang yang tidak senang mungkin akan berusaha
untuk menyelubungi atau melupakannya, tetapi tidak akan mampu melenyapkannya.
Orang dapat membuat berbagai macam tafsir, tetapi fakta sejarah yang
ditafsirkan tak akan berubah.
Begitu pula sejarah keruntuhan Majapahit, yang diiringi pertumbuhan negara-negara Islam di Nusantara, menyimpan banyak sekali fakta sejarah yang menarik diungkit kembali. Sebagai kerajaan tertua di Jawa, Majapahit bukan cuma menjadi romantisme sejarah dari puncak kemajuan peradaban Hindu-Jawa, melainkan juga bukti sejarah tentang pergulatan politik yang terjadi di tengan Islamisasi pada masa peralihan menjelang dan sesudah keruntuhannya.
Begitu pula sejarah keruntuhan Majapahit, yang diiringi pertumbuhan negara-negara Islam di Nusantara, menyimpan banyak sekali fakta sejarah yang menarik diungkit kembali. Sebagai kerajaan tertua di Jawa, Majapahit bukan cuma menjadi romantisme sejarah dari puncak kemajuan peradaban Hindu-Jawa, melainkan juga bukti sejarah tentang pergulatan politik yang terjadi di tengan Islamisasi pada masa peralihan menjelang dan sesudah keruntuhannya.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahwa runtunya kerajaan Majapahit adalah
disebabkan oleh adanya perang saudara,setelah wafatnya Raja Hayam Wuruk dan
patihnya Gajah Mada.sehingga terjadi perebutan kekuasaan antara putra mahkota
dengan putra selir yang ingin menjadi raja.
Serta berdirinya kerajaan islam di jawa
juga menyebabkan salah satu factor runtuhnya kerajaan majapahit,karena sering
diserang oleh kerajaan islam.
3.2 Saran
Kami mengharap kritik
dan saran dari semua pihak agar makalah ini dapat lebih sempurna.Terimakasih
DAFTAR
PUSTAKA
[1] Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya
kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara
Ricklefs, 37 and 100
Tidak ada komentar:
Posting Komentar