Minggu, 13 Januari 2013

KERAJAAN MATARAM


KERAJAAN MATARAM
MAKALAH



Oleh
Abdul Ra’uf
110110301005

Ilmu Sejarah
Fakultas Sastra
Universitas Jember
2012
BAB I
PENDAHULUAN 
 Latar Belakang
            Perkembangan Islam di Indonesia tidak terlepas dari besarnya kerajan-kerajan Islam termasuk salah satunya Kerajaan Mataram Islam. Dengan adanya Kerajaan Mataram ini maka Islam dapat tersebar luas di Indonesia. Di Kerajaan Mataram ini pula banyak ulama dan para sunan yang membantu penyebaran Islam, tetapi tempat yang paling luas di isi dengan hubungan antara sunan dan VOC, karena itulah kerajan mataram islam memiliki terbanyak berita yang tentunya kami peroleh melainkan juga karena dalam alam pikiran Raja, kompeni mengambil tempat yang semakin besar.
Salah satu raja yang paling berpengaruh besar dalam penyebaran Islam adalah Panembahan Senapati sehingga dialah peletak dasar Islam di Kerajaan Mataram, Daerah Kerajaa Mataram adalah mulai dari Cirebon sampai Surabaya (Jawa Timur). Dengan penaklukannya ke daerah-daerah lain Islam tersebar dengan baik bahwa Kerajaan Mataram merupakan kerajaan yang disegani saat itu. Di samping memiliki kekuatan militer yang kuat, para rajanya pun amat mementingkan perkembangan Islam di daerah-daerahnya sehingga sampai sekarang kita bisa melihat peninggalan-peninggalannya.
Rumusan masalah
1.      Mengapa kerajaan mataram islam tersebar luas di seluruh Indonesia ?
2.      Apa menurut berita-berita tentang mataram kuno ?
3.      Bagaimana ajaran islam itu tumbuh kembangnya di kerajaran mataram islam ?




BAB II
PEMBAHASAN 
Letak Geografis Kerajaan Mataram
      Kerajaan mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Menurut berita-berita kuno tentang Mataram, wilayahnya Di daerah aliran Sungai Opak dan Progo yang bermuara di Laut Selatan.[1] Membentang antara Tugu sebagai batas utara dan Panggung Krapyak di batas selatan, antara Sungai Code di timur dan Sungai Winongo sebelah barat. Antara Gunung Merapi dan Laut Selatan, Kraton dalam pikiran masyarakat Jawa, diartikan sebagai pusat dunia yang digambarkan sebagai pusat jagad.
Di daerah aliran Sungai Opak dan Progo yang bermuara di Laut Selatan[2]. Membentang antara Tugu sebagai batas utara dan Panggung Krapyak di batas selatan, antara Sungai Code di timur dan Sungai Winongo sebelah barat. Antara Gunung Merapi dan Laut Selatan, Kraton dalam pikiran masyarakat Jawa, diartikan sebagai pusat dunia yang digambarkan sebagai pusat jagad.


Sejarah Kerajaan Mataram
      Banyak sekali sumber yang mengatakan sejarah kerajaan berdirinya kerajaan Mataram yaitu:
1.      Mitos Wahyu Keprabon[3]
Hadirnya sebuah mitos yang mengiringi hadir dan berkembangnya sebuah kerajaan adalah wajar. mitos adalah penjaga kepercayaan rakyat sehingga dengan mitos itu rakyat tetap percaya bahwa raja adalah utusan dan anak dewa yang berhak memimpinnya hingga akhir hayat. Walaupun mestinya mitos tersebut harusnya makin hilang, seiring dengan tumbuh kembangnya ajaran Islam di kerajaan Mataram Islam.
Dinasti Mataram Islam sesungguhnya berawal dari keluarga petani, begitulah yang tertulis pada Babad Tanah Jawi. Kisahnya berlangsung di pinggiran Kali Opak, di Yogyakarta sekarang. Suatu hari adalah seorang petani bernama Ki Ageng Giring. Sementara ia mencangkul di ladang, tiba-tiba ada kelapa muda jatuh lalu terdengar suara. Namun ia tak bisa segera meminumnya, karena pada saat itu ia sedang tirakat berpuasa, hingga kemudian ia pergi membersihkan diri di sungai. Tak lama kemudian datang sahabatnya, Ki Gede Pemanahan bertamu dan Melihat kelapa muda tergeletak, tamu yang haus itupun segera meminumnya. Pada tetes terakhir Ki Ageng Giring muncul. Ia melihat air kelapa muda itu telah terminum oleh orang lain. Ia sangat menyesal dan kecewa. ia hanya bisa meminta agar sewaktu-waktu kelak, sesudah keturunan Gede Pemanahan yang ketujuh, keturunannya lah yang akan menggantikan menguasai Jawa.
 
2.      Hadiah Sultan Hadiwijaya dari Kerajaan Pajang[4]
Banyak versi mengenai masa awal berdirinya kerajaan Mataram berdasarkan mitos dan legenda. Pada umumnya versi-versi tersebut mengaitkannya dengan kerajaan-kerajaan terdahulu, seperti Demak dan Pajang. Menurut salah satu versi, setelah Demak mengalami kemunduran, ibukotanya dipindahkan ke Pajang dan mulailah pemerintahan Pajang sebagai kerajaan. Kerajaan ini terus mengadakan ekspansi ke Jawa Timur dan juga terlibat konflik keluarga dengan Arya Penangsang dari Kadipaten Jipang Panolan. Setelah berhasil menaklukkan Aryo Penangsang, Sultan Hadiwijaya (1550-1582), raja Pajang memberikan hadiah kepada 2 orang yang dianggap berjasa dalam penaklukan itu, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi. Ki Ageng Pemanahan memperoleh tanah di Hutan Mentaok dan Ki Penjawi memperoleh tanah di Pati.
Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok itu menjadi desa yang makmur, bahkan lama-kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap bersaing dengan Pajang sebagai atasannya. Setelah Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia digantikan putranya, Danang Sutawijaya, yang juga sering disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Sutawijaya kemudian berhasil memberontak pada Pajang. Setelah Sultan Hadiwijaya wafat (1582) Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan gelar Panembahan Senapati. Pajang kemudian dijadikan salah satu wilayah bagian daari Mataram yang beribukota di Kotagede.
Selama pemerintahannya boleh dikatakan terus-menerus berperang menundukkan bupati-bupati daerah. Kasultanan Demak menyerah, Panaraga, Pasuruan, Kediri, Surabaya, berturut-turut direbut. Cirebon pun berada di bawah pengaruhnya. Panembahan Senapati dalam babad dipuji sebagai pembangun Mataram. 



 Penyebaran Islam di kerajaaan Mataram
            Menurut semua cerita tutur Jawa, baik cerita Jawa Tengah maupun Jawa Barat, raja Pajang, pengganti Sultan Tranggan dari Demak, pada perempat ketiga abad ke-16 telah mengutus seorang panglima pasukannya, penguasa di Pamanahan, ke daerah tetangga, Mataram, dengan tujuan memasukkannya ke dalam daerah Islam dan membangun daerah Islam di sana[5].
Para raja yang pernah memerintah di Kerajaan mataram yaitu penembahan senapati (1584 – 1601), panembahan Seda Krapyak (1601 – 1677). Kesultanan mataram memiliki peran yang cukup penting dalam perjalanan secara kerajaan-kerajaan islam di Nusantara (indonesia). Hal ini terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan mengislamkan para penduduk daerah kekuasaannya, keterlibatan para pemuka agama, hingga pengembangan kebudayaan yang bercorak islam di jawa[6]
Pada tahun 1590, penembahan senapati atau biasa disebut dengan senapati menguasai madiun, yang waktu itu bersekutu dengan surabaya. Pada tahun 1591 ia mengalahkan kediri dan jipang, lalu melanjutkannya dengan penaklukkan Pasuruan dan Tuban pada tahun 1598-1599. Sebagai raja islam yang baru, panembahan senapati melaksanakan penaklukkan-penaklukan itu untuk mewujudkan gagasannya bahwa mataram harus menjadi pusat budaya dan agama islam, untuk menggantikan atau melanjutkan kesultanan demak. Disebutkan pula dalam cerita babad bahwa cita-cita itu berasal dari wangsit yang diterimanya dari Lipura (desa yang terletak di sebelah barat daya Yogyakarta). Wangsit datang setelah mimpi dan pertemuan senapati dengan penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul, ketika ia bersemedi di Parangtritis dan Gua Langse di Selatan Yogyakarta.

Dari pertemuan itu disebutkan bahwa kelak ia akan menguasai seluruh tanah jawa.[7] Panembahan senapati terus-menerus memperkuat pengaruh mataram dalam berbagai bidang sampai ia meninggal pada tahun 1601. ia digantikan oleh putranya, Mas Jolang atau Penembahan Seda ing Krapyak (1601 – 1613).
Peran mas Jolang tidak banyak yang menarik untuk dicatat. Setelah mas jolang meninggal, ia digantikan oleh Mas Rangsang (1613 – 1645). Pada masa pemerintahannyalah Mataram meraih kejayaan. Baik dalam bidang perluasan daerah kekuasaan, maupun agama dan kebudayaan. Pada tahun 1641, Agung Hanyakrakusuma menerima pengakuan dari Mekah sebagai sultan, kemudian mengambil gelar selengkapnya Sultan Agung Hanyakrakusuma Senapati Ing Alaga Ngabdurrahman.[8]
Di luar peranan politik dan militer, Sultan Agung dikenal sebagai penguasa yang besar perhatiannya terhadap perkembangan islam di tanah jawa. Ia adalah pemimpin yang taat beragama, sehingga banyak memperoleh simpati dari kalangan ulama. Secara teratur, ia pergi ke masjid, dan para pembesar diharuskan mengikutinya.
Untuk memperkuat suasana keagamaan, tradisi khitan, memendekkan rambut bagi pria, dan mengenakan tutup kepala berwarna putih, dinyatakan sebagai syariat yang harus ditaati. Bagi sultan Agung, kerajaan mataram adalah kerajaan islam yang mengemban amanat Tuhan di tanah jawa. Oleh sebab itu, struktur serta jabatan kepenghuluan dibangun dalam sistem kekuasaan kerajaan. Tradisi kekuasaan seperti sholat jumat di masjid, grebeg ramadan, dan upaya pengamanalan syariat islam merupakan bagian tak terpisahkan dari tatanan istana.[9]

Raja-Raja Mataram
1.      Panembahan Senopati (1584-1601 M) dianggap sebagai raja pertama.[10]
2.      Mas Jolang atau Seda Ing Krapyak (1601- 1613 M)
3.      Mas Rangsang dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1646 M)
4.      Amangkurat I (1646- 1676 M) ditetapkan sebagai putra mahkota pada tahun 1630 M.[11]
5.      Amangkurat II dikenal juga sebagai Sunan Amral (1677- 1703 M)
6.      Sunan Mas atau Amangkurat III pada 1703 M
7.      Pangeran Puger yang bergelar Paku Buwana I (1703-1719 M) pengangkatannya oleh VOC.
8.      Amangkurat IVdikenal sebagai Sunan Prabu (1719-1727 M)
9.      Paku Buwana II (1727-1749 M)
10.  Paku Buwana III pada 1749 M pengangkatannya dilakukan oleh VOC



BAB III
PENUTUP

 Kesimpulan
Penyebaran Islam di kerajaan Mataram terjadi dan dilakukan oleh para sunan terutama Sunan Kalijaga. Para raja pun tak terlepas dari peran besar ini misalnya Panembahan Senapati dan keturunannya.
Masa kejayaan kerajaan Mataram terjadi pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613- 1646 M). Setelah itu ketidakpuasaan akan kepemimpinan selanjutnya sering terjadi. Hal ini disebabkan ketidakcakapan dan perangai raja setelahnya yang buruk. Kemudian perang dan pemberontak dari rakyat serta orang dalam pemerintahan sendiri, menjadi  reaksi yang wajar terjadi. Berbagai peristiwa inilah yang mengharuskan ibukota kerajaan Mataram sering berpindah-pindah serta banyaknya daerah kekuasaan yang melepaskan diri.
Dengan dilatar belakangi kepentingan tertentu, pihak ketiga (VOC) justru muncul memperkeruh suasana. Disinilah, ketika hati sudah dibutakan oleh kekuasaan, pihak yang nyata-nyata merupakan lawan dengan niat yang ingin menguasai dianggap sebagai kawan. Sementara saudara sendiri dianggap sebagai lawan. Pada akhirnya berbagai peristiwa yang terjadi mengarahkan kerajaan Mataram kearah kehancuran.
Sebagai puncaknya, terjadilah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 M dan Perjanjian Salatiga pada tahun 1757 yang membagi kerajaan Mataram menjadi beberapa bagian. Perjanjian inilah yang menandai runtuhnya dinasti Mataram. Hingga masa sekarang kita mengenal Kerajaan Mataram dalam wujud pemerintahan swa-praja, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Puro Mangkunegaran dan Puro Pakualaman. Puro Mangkunegara terletak di kota Solo. Sementara Puro Pakualaman terletak di wilayah Pajang, Bagelan sebelah barat Jogja dan terletak di antara sungai Progo dan Bogowonto, di daerah Adikarto.

DAFAR PUSTAKA

Graff, H.J. De.1985. Awal Kebangkitan Mataram. PT. Grfafiti Pers: Jakarta.
Graff, H.J. De.1985. Kerajaan- Kerajaan Islam di Jawa. PT. Grafiti Pers: Jakarta.
Graff, H.J. De. 1986. Puncak Kekuasaan Mataram, Politik Ekspansi Sultan Agung. PT. Pustaka Grafitipers: Jakarta.
Graff, H.J. De. 1987. Runtuhnya Istana Mataram. PT. Pustaka Utama Grafiti: Jakarta.
Yatim, Badri. 1993. Sejarah Peradaban Islam. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta
http://ridwanaz.com/islami/sejarah-islam/sejarah-agama-islam-di-indonesia-kerajaan-mataram/ diunduh pada tanggal 6 November 2009
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=1108477 diunduh pada tanggal 6 November 2009
http://www.kamusilmiah.com/sejarah/runtuhnya-mataram-hilangnya-impian-akan-kesatuan-jawa/ pada tanggal 6 nov 2009
http://www.tembi.org/mataram/  di pada tanggal 18 oktober 2009
http://ariawijaya.com/2008/03/21/puro-pakualaman/pada tanggal 18 oktober 2009.
pada tanggal  6 nov 2009
http://hizbut-tahrir.or.id/2009/01/30/serat-cabolek-cerminan-sikap-raja-dan-priyayi-keraton-dalam-memegang-teguh-agama-islam-bagian-3/pada Tanggal 4 November 2009.
http://dahlanforum.wordpress.com/2009/05/02/kerajaan-kerajaan-bercorak-islam-di-indonesia/


[1] Kerajaan- kerajaan Islam di Jawa oleh De Graaf hal 276
[2] Kerajaan- kerajaan Islam di Jawa oleh De Graaf hal 276

[3]Kerajaan- kerajaan Islam di Jawa oleh De Graaf hal 279

[4]Kerajaan- kerajaan Islam di Jawa oleh De Graaf hal 277
[5] Kerajaan- kerajaan Islam di Jawa oleh De Graaf hal 277
[6]  http://ridwanaz.com/islami/sejarah-islam/sejarah-agama-islam-di-indonesia-kerajaan-mataram/  di download pada tanggal 4 November 2009
[7] http://ridwanaz.com/islami/sejarah-islam/sejarah-agama-islam-di-indonesia-kerajaan-mataram/ download pada tanggal 4 November 2009
[8] http://ridwanaz.com/islami/sejarah-islam/sejarah-agama-islam-di-indonesia-kerajaan-mataram/ download pada tanggal 4 November 2009
[9] http://ridwanaz.com/islami/sejarah-islam/sejarah-agama-islam-di-indonesia-kerajaan-mataram/ Friday, 6 nov 2009
[10]Oleh Badri Yatim dalam Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II hal. 214-215
[11] Peninggalan Mataram Islam. dengan judul Menelusuri jejak-jejak situs kerajaan Mataram Islam ditulis oleh Sudarjanto dalam http://www.tembi.org/mataram/mataram01.htm diunduh pada tanggal 6 November 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar