Makalah
AWAL
MULA BERDIRI DAN BERKEMBANGNYA
KERAJAAN
SRIWIJAYA
Oleh
Anggy Resty Setia Wardhana
11011001024
Fakultas Sastra Ilmu
Sejarah
Universitas Jember
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Kecenderungan adanya dugaan Kerajaan
Sriwijaya dilahirkan dari Kerajaan Purba yang dibangun Suku Dayak terlihat dari
beberapa kesamaan seperti ornamen bunga teratai, warna kuning dan emas sebagai
warna kebesaran, serta lambang naga yang merupakan hewan agung yang dipercaya
Suku Dayak.
Jika
benar seperti itu, Kerajaan Sriwijaya dapat diprediksi telah lahir sebelum abad
ke 7 Masehi. Lahirnya Kerajaan Sriwijaya diduga lebih tua dari Kerajaan Kutai.
Hal itu dijelaskan pada Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan M Batenburg
pada 29 November 1920 lalu di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir,
Palembang, Sumatera Selatan. Dalam prasasti tersebut dijelaskan Dapunta Hyang
melakukan perjalanan suci ke timur dengan membawa 2 laksa tentara.
Berdasarkan
cerita lainnya, Dapunta Hyang merupakan sebuah gelar yang mutlak disandang oleh
semua Raja Sriwijaya. Sehingga patut dipertanyakan Raja Sriwijaya ke berapa
yang melakukan perjalanan suci ke timur tersebut? Maka untuk lebh jelas lagi
mari kita bahas dalam makalah akhir ini.
Rumusan Masalah
1. Berdirinya kerajaan Sriwijaya.
2.
Pendiri kerajaan Sriwijaya.
3.
Samaratungga dan Borobudur.
4.
Kemajuan dibidang pelayaran dan perdagangan.
BAB II
PEMBAHASAN
Sekitar Tahun 500: Sriwijaya
Dalam
bahasa Sanskerta kata “Sriwijaya” mengandung dua suku kata: “sri” berati
cahaya; “wijaya” berarti kemenangan. Dan memang, Sriwijaya adalah satu dari
kerajaan terbesar dalam sejarah Nusantara. Kerajaan besar lain adalah
Majapahit, yang berdiri pada masa akhir keberadaan kerajaan ini. Cikal bakal
keberadaan kerajaan yang terletak di seputar kota Palembang, Sumatera Selatan
sekarang ini menurut catatan sudah ada pada tahun 500-an. Kerajaan ini terdiri
atas tiga daerah utama: daerah ibukota yang berpusatkan di sekitar Palembang,
lembah Sungai Musi dan daerah-daerah muara.Mengingat lokasinya, kerajaan ini
diperkirakan menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara maritim penting
pada abad keenam.
Bahkan
pada sekitar tahun 425 agama Buddha sudah diperkenalkan di Sriwijaya. Sriwijaya
– tepatnya Palembang – menarik banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara
di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I Ching, yang melakukan kunjungan ke
Sumatera dalam perjalanan studinya ke Universitas Nalanda, India pada tahun 671
dan 695. Ia menuliskan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi ribuan sarjana Budha.
Pengunjung yang datang ke pulau ini menyebutkan bahwa koin emas telah digunakan
di pesisir kerajaan.
I
Ching banyak menulis tentang keberadaan Sriwijaya. Catatannya kemudian menjadi
bahan penting untuk mengetahui keberadaan kerajaan ini. Selain catatan
tersebut, bukti lain tentang keberadaan Sriwijaya bisa ditemui dari berbagai
peninggalan. Antara lain prasasti . Prasasti yang menuliskan tentang Sriwijaya
antara lain dibuat pada tahun 683 di Palembang. Namanya Prasasti Kedukan Bukit.[1]
Pendiri
Kerajaan Sriwijaya
Menurut Prasasti Kedukan Bukit, Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa Ia memimpin 20.000 tentara di Minanga Tamwan (Ibu Kota Kerajaan Melayu ) yang diliputi perasaan senang karena kemenangan menaklukkan Kerajaan Malayu . Pada tahun 680 di bawah kepemimpinan Jayanasa, wilayah Kerajaan Melayu, Jambi dan Bengkulu takluk di bawah Sriwijaya. Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara berada di bawah pengaruh Sriwijaya. Menurut catatan, pada masa ini pula wangsa (dinasti) Sailendra mulai berkuasa di Jawa Tengah. Ia merupakan keturunan langsung Sriwijaya.
Menurut Prasasti Kedukan Bukit, Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa Ia memimpin 20.000 tentara di Minanga Tamwan (Ibu Kota Kerajaan Melayu ) yang diliputi perasaan senang karena kemenangan menaklukkan Kerajaan Malayu . Pada tahun 680 di bawah kepemimpinan Jayanasa, wilayah Kerajaan Melayu, Jambi dan Bengkulu takluk di bawah Sriwijaya. Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara berada di bawah pengaruh Sriwijaya. Menurut catatan, pada masa ini pula wangsa (dinasti) Sailendra mulai berkuasa di Jawa Tengah. Ia merupakan keturunan langsung Sriwijaya.
Berdasarkan
prasasti Kota Kapur , Sriwijaya menguasai bagian selatan Sumatera hingga
Lampung. Kerajaan ini menguasai perdagangan di Selat Malaka, Laut Cina Selatan,
Laut Jawa, dan Selat Karimata. Perluasan wilayah ke Jawa dan Semenanjung Melayu
(Malaysia), menjadikan Sriwijaya menguasai dua pusat perdagangan utama di Asia
Tenggara. Catatan atau bukti peninggalan Sriwijaya memang tersebar di berbagai
negara yang berada dalam kekuasaannya. Ada di Thailand, Kamboja, Vietnam,
selain di beberapa provinsi di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Kota Indrapura di
tepi sungai Mekong, di awal abad ke-8 berada di bawah kendali Palembang.
Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai raja Khmer Jayawarman II,
pendiri imperium Khmer, memutuskan hubungan dengan kerajaan di abad yang sama.
Raja-raja
Sriwijaya
683 Jayanasa
702 Indrawarman
728 Rudra Wikraman
790 Dharmasetu
775 Sangramadhananjaya
792 Samaratungga
835 Balaputra
960 Sri Uda Haridana atau Sri Udayadityawarman
961 Sri Wuja atau Sri Udayadityan
980 Hia-Tche
988 Sri Culamaniwarmadewa
1008 Sri Marawijayottungga
1017 Sumatrabhumi
1025 Sangramawijayottungga
1028 Sri Dewa
1064 Dharmawira
1156 Sri Maharaja
1178 Trailokaraja Maulibhusana Warmadewa
1183-1251 Belum ada catatan tentang raja Sriwijaya pada masa itu[2]
683 Jayanasa
702 Indrawarman
728 Rudra Wikraman
790 Dharmasetu
775 Sangramadhananjaya
792 Samaratungga
835 Balaputra
960 Sri Uda Haridana atau Sri Udayadityawarman
961 Sri Wuja atau Sri Udayadityan
980 Hia-Tche
988 Sri Culamaniwarmadewa
1008 Sri Marawijayottungga
1017 Sumatrabhumi
1025 Sangramawijayottungga
1028 Sri Dewa
1064 Dharmawira
1156 Sri Maharaja
1178 Trailokaraja Maulibhusana Warmadewa
1183-1251 Belum ada catatan tentang raja Sriwijaya pada masa itu[2]
Samaratungga
dan Borobudur
Pada masa Samaratungga berkuasa, 792 sampai 835, ia lebih memusatkan perhatian pada penguasaan wilayah di Pulau Jawa. Pada masa kepemimpinannya itulah Candi Borobudur di Jawa dibangun dan selesai pada tahun 825. Pada abad ke-12, luas wilayah Sriwijaya meliputi Sumatera, Sri Lanka, Malaysia (Kelantan, Kedah, Pahang, misalnya), Jawa Barat, Sulawesi, Maluku, Kalimantan, dan Filipina. Dengan penguasaan tersebut, kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim besar hingga sekitar tahun 1200.
Pada masa Samaratungga berkuasa, 792 sampai 835, ia lebih memusatkan perhatian pada penguasaan wilayah di Pulau Jawa. Pada masa kepemimpinannya itulah Candi Borobudur di Jawa dibangun dan selesai pada tahun 825. Pada abad ke-12, luas wilayah Sriwijaya meliputi Sumatera, Sri Lanka, Malaysia (Kelantan, Kedah, Pahang, misalnya), Jawa Barat, Sulawesi, Maluku, Kalimantan, dan Filipina. Dengan penguasaan tersebut, kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim besar hingga sekitar tahun 1200.
Kekuatan
Sriwijaya mulai pudar pada sekitar tahun 1000. Rajendra Chola, Raja Chola dari
Koromandel, India Selatan menyerang Sriwijaya dalam tiga gelombang. Yang
pertama tahun 1017. Pada penyerangan kedua tahun 1025 pasukan India Selatan
menaklukkan Kedah dari Sriwijaya dan menguasainya. Pada tahun 1068 hampir seluruh
wilayah Sriwijaya diserang. Meskipun serbuan Chola tidak berhasil sepenuhnya,
tetapi serangan-serangannya memberi dampak yang sangat besar. Beberapa negara
kecil yang tadinya berada di bawah kekuasaan Sriwijaya – Kadiri di Jawa misalnya – melepaskan diri.
Pada
tahun 1288, Kerajaan Singhasari (penerus kerajaan Kadiri di Jawa) melakukan
“Ekspidisi Pamalayu”. Ekspidisi di sini bisa berarti “penyerangan”. Ekspidisi
Pamalayu berhasil meruntuhkan Palembang dan Jambi. Selanjutnya, pada tahun 1293
Sriwijaya tunduk pada kekuasaan Kerajaan Majapahit. Raja Majapahit, keempat,
Hayam Wuruk, menyerahkan kekuasaan atas wilayah Sriwijaya kepada Pangeran
Adityawarman, seorang peranakan Minang dan Jawa. Pada tahun 1402, Parameswara, pangeran
terakhir Sriwijaya mendirikan Kesultanan Malaka di Semenanjung Malaysia.Pada
pergantian abad itulah keberadaan Sriwijaya sebagai sebuah kerajaan berakhir.[3]
Kemajuan Bidang Pelayaran dan
Perdagangan
Telah dijelaskan di muka bahwa sudah
berabad abad lamanya antara India dan tiongkok terjalin hubungan pelayaran yang
erat. Jalan yang dipakai ialah jalan laut lewat kawasan Asia Tenggara. Berhubungan
dengan perkembangan agama Budha maka banyaklah musyafir China memanfaatkan
jalur tersebut untuk pergi ke India guna menuntut ilmu. Pada abad abad
berikutnya orang orang Arab ikut memainkan pasaran yang penting dalam hubungan
dagang India Tiongkok itu. Daerah Sumatra Selatan tepat jadi jalour perdagangan
India-Tiongkok. Wajar bila banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk
mengambil minum, perbekalan dan sebagainya. Kenyataan ini mempunyai arti
penting dilihat dari segi militer. Yang kesemuanya tadi merupakan faktor
prinsip yang dapat mendorong bagi perkembangan kerajaan Sriwijaya kelak menjadi
suatu negara maritim terbesar di Indonesia.
Penempatan pusat kekuasaan kerajaan
Sriwijaya ini ada hubungannya dengan usaha usaha Sriwijaya untuk menguasai sepenuhnya
jalur perdagangan antara India-Tiongkok. Dengan menguasai daerah-daerah di
Sumatra Selatan dan di Semenanjung maka Sriwijaya dapat menguasai
daerah-menyebelah perairan Selat Malaka yang pada waktu itu merupakan urat nadi
perhubungan laut. Selain itu keruntuhan kerajaan Fu-nan karena perang saudara
akibatnya kekuasaan tunggal di Asia Tenggara menjadi kosong. Kesem patan ini
tidak di sia-siakan oleh Sriwijaya. Letak yang strategis dan angkatan laut yang
kuat Sriwijaya mampu mengambil alih kedudukan Fu-nan dan sekaligus menguasai
rute perdagangan di Asia Tenggara. Faktor-faktor itulah yang merupakan latar
belakang utama bagi perkembangan dan pertumbuhan kerajaan Sriwijaya dikemudian
hari.[4]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan besar pada abad ke 6 SM
yang menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara maritim penting. Selain itu
juga menurut Prasasti Kedukan Bukit, Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa.
Pada masa Samaratungga berkuasa, 792 sampai 835 itulah Candi Borobudur di Jawa
dibangun dan selesai pada tahun 825. Pada tahun 1288, Kerajaan Singhasari
(penerus kerajaan Kadiri di Jawa) melakukan “Ekspidisi Pamalayu”. Ekspidisi di
sini bisa berarti “penyerangan”. Ekspidisi Pamalayu berhasil meruntuhkan
Palembang dan Jambi.
Daerah Sumatra Selatan tepat jadi
jalour perdagangan India-Tiongkok. Wajar bila banyak kapal-kapal asing yang
singgah untuk mengambil minum, perbekalan dan sebagainya. Kenyataan ini
mempunyai arti penting dilihat dari segi militer. Yang kesemuanya tadi
merupakan faktor prinsip yang dapat mendorong bagi perkembangan kerajaan
Sriwijaya kelak menjadi suatu negara maritim terbesar di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Nia
Kurnia, Sholihat Irfan, 1983, Kerajaan Sriwijaya:Pusat Pemerintahannya dan
perkembangannya, Jakarta: PN Balai
Pustaka.
Deni Prasetyo, 2009, Mengenal Kerajaan Kerajaan
Nusantara, Jakarta: Angkasa.
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, 1993, Sejarah
Nasional Indonesia III Jakarta: PN
Balai Pustaka.
Slamet
Muljana, 2006, Sriwijaya, Jakarta: PN Yayasan Idayu.
[1]
Nia Kurnia, Sholihat Irfan,
Kerajaan Sriwijaya:Pusat Pemerintahannya
dan perkembangannya, (Jakarta: PN
Balai Pustaka,1983), hlm.85-115.
[2]
Deni Prasetyo, Mengenal Kerajaan Kerajaan Nusantara
(Jakarta: Angkasa, 2009), hlm.102-138.
[3] Marwati Djoened
Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III (Jakarta: PN Balai Pustaka,1993),
hlm 85-103.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar